Pekanbaru - Institusi kepolisian kembali tercoreng akibat tindakan dan ulah oknum anggotanya sendiri. Salah satunya Aipda Irwan Syafril, dia dijatuhi hukuman penjara tiga tahun oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 6 Mei 2025. Irwan terbukti terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan yang merugikan warga hingga ratusan juta rupiah.
Namun, status Aipda Irwan Syafril sebagai anggota polisi belum jelas. Apakah dia dipecat atau masih tercatat sebagai anggota Polri.
Kasus yang menjerat Irwan bermula saat dia bertugas di Satuan Samapta Polda Riau. Dia menawarkan bantuan kepada Tengku Muhammad Saleh, seorang warga Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, untuk memuluskan anaknya mendaftar menjadi anggota polisi.
Irwan meyakinkan Saleh dan mengaku bahwa ia memiliki kuota dalam seleksi anggota Polri melalui jalur khusus. Dengan janji kelulusan, Irwan meminta sejumlah uang sebagai imbalan.
Saleh yang berharap besar anaknya bisa mengikuti seleksi anggota Polri tanpa melalui jalur umum, akhirnya menyerahkan lebih dari Rp550 juta kepada Irwan. Namun, setelah hampir lima tahun berlalu, janji tersebut tak kunjung terealisasi. Uang yang dijanjikan untuk dikembalikan pun tak pernah diterima, membuat keluarga korban merasa tertipu dan dikecewakan.
"Perjanjiannya jelas, kalau anak saya tidak lulus, uang itu akan dikembalikan. Tapi sampai hari ini, uang itu tak pernah kembali," ungkap Saleh dengan nada kecewa, saat ditemui di kediamannya, Rabu (24/9/2025).
Kini kasus Irwan sudah selesai disidangkan di PN Pekanbaru. Selain divonis bersalah dan dihukum penjara, status Irwan sebagai anggota Polri kini menjadi pertanyaan besar. Meskipun telah dijatuhi hukuman, Saleh mengungkapkan bahwa Irwan masih menerima gaji dari negara. Hal ini semakin memicu rasa ketidakadilan di pihak korban, yang merasa hak-hak mereka tidak dipenuhi.
"Kami tahu dia masih menerima gaji dari negara. Ini sangat tidak adil. Perbuatannya jelas merusak citra polisi di mata masyarakat," tambah Saleh.
Lebih jauh lagi, keluarga korban menuntut agar Irwan segera dipecat dari kepolisian. Mereka merasa tindakan penipuan yang dilakukan Irwan telah merusak citra institusi Polri, yang seharusnya menjadi pelindung dan penegak hukum bagi masyarakat.
"Orang ini sudah cacat hukum, tidak pantas lagi disebut aparat. Dia penipu rakyat dan harus dipecat," tegas Saleh.
Tidak hanya pemecatan, keluarga korban juga menuntut agar uang yang digelapkan segera dikembalikan. Menurut mereka, penegakan hukum akan terasa lebih adil jika hak-hak korban dapat dipenuhi.
Kini, keluarga Tengku Muhammad Khairi harus menerima kenyataan pahit bahwa anak mereka gagal mengikuti seleksi kepolisian. Meski begitu, mereka berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang, khususnya Kapolda Riau dan Kapolri.
"Kami berharap Kapolda Riau dan Kapolri bisa turun tangan dan tidak membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. Jika tidak ada ketegasan, kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan semakin hilang," harap Saleh, yang menutup pembicaraannya dengan penuh kekhawatiran.
Kasus ini menambah daftar panjang tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam institusi Polri. Hal ini tentu menjadi introspeksi bahwa pengawasan yang ketat terhadap anggota kepolisian sangatlah penting, agar citra Polri tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat tidak tergoyahkan.
Dikonfirmasi terpisah soal status Irwan, Kapolda Riau Irjen Hery Heryawan belum memberi tanggapan. Pesan sudah terkirim dengan status centang dua biru.
Sementara, Kabid Humas Polda Riau Kombes Anom Karibianto juga belum memberikan keterangan resmi. Pesan singkat sudah terkirim tapi belum dibalas.
Laporan : iyos
Editor : Ank