Pekanbaru - Konflik tanah pensiunan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru tak kunjung usai dan terus bergulir. Tanah seluas 3 hektare di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru, tepatnya di samping Rumah Sakit Mata SMEC terbagi menjadi 30 kapling termasuk yang menjadi badan Jalan Arifin Ahmad berusaha direbut dari tangan pensiunan guru-guru.
Padahal, tanah tersebut dibeli oleh pensiunan guru guru SMP 5 Pekanbaru dengan dicicil pada tahun 1979 dari Saiden Pardede dengan cara mencicil. Tanah itu awalnya milik kakak kandung Saiden Pardede bernama Minar Yeslida Pardede. Awalnya tanah itu dibeli seluas 10 hektare.
Dari 10 hektare itu, kemudian dijual seluas 4 hektare ke sejumlah guru SMP Negri 5 Pekanbaru.
Ketua DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH mengungkapkan, setelah 16 tahun berselang, muncul masalah. Salah satu anak dari Minar Yeslida Pardede, yaitu Mangaraja Puan Hamonangan Saragih membuat atau menerbitkan sepucuk surat keterangan hibah ke Asril pada tahun 1995.
"Surat hibah ini menjadi akar permasalahan antara guru-guru dengan Asril selaku pemegang surat hibah. Kita ingin menyampaikan kebenaran kepada penegak hukum. Tanah yang sudah diperjualbelikan oleh orang tuanya pada 1979 lalu lalu dibuat surat baru berupa surat hibah tahun 1995," beber Sunardi.
Surat hibah ini kemudian digugat oleh Linda Wati Br Saragih, Marsinta Uli Br Saragih dan Taorma Br Saragih pada tahun 2009 di PN Pekanbaru. Dari gugatan tersebut, keluar putusan nomor 62 /Pdt/2009/PN.Pbr tertanggal 31 Maret 2010.
"Menyatakan dalam hukum surat keterangan hibah tertanggal 16 Oktober 1985 yang dibuat oleh Tergugat I sebagai penghibah dan Tergugat II sebagai penerima hibah di atas tanah peninggalan kedua orang tua para Penggugat dan Tergugat I tersebut batal atau tidak sah serta tidak berkekuatan hukum," bunyi amar putusan tersebut.
Hingga bergulir kasasi di Mahkamah Agung, terbit putusan menolak permohonan Asril atau Tergugat II dan menghukum pemohon kasasi membayar biaya perkara sebesar Rp 500.000.
"Dengan terbitnya putusan ini, maka surat hibah tahun 1995 telah batal atau tidak sah serta tidak berkekuatan hukum. Yang relevansinya terhadap sertipikat-sertipikat yang terbit setelahnya. Diantaranya sertipikat nomor 518, 7940, 7941, sertipikat RS Mata SMRC dan ruko-ruko milik Antonius Halim," ungkap Sunardi.
Sebelum digugat, dari dasar surat hibah ini telah terbit sertipikat milik Meryani, Edi S Ngadimo, Renawati Setiawan dan beberapa orang lainnya. "Pada saat keluar putusan yang membatalkan surat hibah tersebut, itu masih dilakukan jual beli yang dilakukan oleh Renawati Setiawan kepada Marwan pada tahun 2019. Jelas ini tidak dapat dibenarkan secara hukum. Alas hak yang sudah batal dari terbit nya sertilikat tadi itu sudah tidak bisa digunakan. Memang sertipikat ini belum dibatalkan oleh BPN, tapi dia sudah tidak punya kekuatan hukum," ungkap Sunardi.
"Sekali lagi saya katakan, tanah yang sudah dijual oleh orang tuanya pada tahun 1979, lalu 16 tahun kemudian ditimbulkan surat baru boleh anaknya, itulah yang diperjualbelikan kepada kelompok diduga para mafia tanah ini. Dari sini bisa disikapi siapa yang salah, siapa yang benar," kata dia.
Hal ini sudah dilaporkan Sunardi ke Kejaksaan Tinggi Riau untuk dilakukan pengusutan lebih lanjut.
Fakta lainnya, ada putusan PK nomor 725 tahun 2009 yang menjelaskan sertipikat milik Renawati sudah dicoret dari buku register pertanahan.
"Ini kan dari dasar hibah tahun 1995 juga. Ada yang menarik, sertifikat ini di SK kan tahun 2001, sementara alas haknya diterbitkan tahun 2002, sama halnya dengan milik Edi S Ngadimo juga. Setelah digugat oleh Asril, ternyata suratnya itu palsu dan ada hasil forensik nomor 744/Dtf/II/2010. Ini hasilnya surat Edi S Ngadimo itu non-identik. Terdapat tanda tangan yang dipalsukan," beber Sunardi.
"Surat-surat seperti ini yang mereka pertahankan untuk menguasai tanah-tanah pensiunan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru ini. Ini seharusnya penegak hukum jeli dan melihat secara fakta," kata Sunardi.
Kesimpulannya, apabila ada surat-surat yang terbit dari alas hak surat hibah 1995 milik Asril jelas tidak berkekuatan hukum karena sudah dibatalkan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (BHT).
"Kalau putusan ini tidak dilaksanakan jelas melanggar hukum. Mereka harus meninggalkan lokasi dalam keadaan baik, kosong tanpa terbebani apapun," ulasnya.
Sebagai mana yang disampaikan oleh praktisi hukum Dr Erry Prima Putera Agnes bahwa, alas hak sebagai dasar terbitnya Sertipikat Hak Milik apabila telah diputus Pengadilan dan dinyatakan batal, maka Sertipikat Hak Milik tidak bisa lagi dipergunakan untuk transaksi dalam bentuk apapun, dan apabila dipergunakan maka terjadi perbuatan pelanggaran hukum.
"Kita mendesak penegak hukum untuk menindak para pelaku diduga mafia tanah ini. Saya minta ke Kejati Riau yang saat ini sudah saya laporkan dan sedang di proses. (Jaksa) berjanji akan segera memanggil para pihak yang terlibat di dalamnya. Saya diminta melengkapi bukti bahwa terjadi transaksi setelah 2013 yang mennguanan surat yang alas haknya sudah dibatalkan, akan saya buktikan," ungkapnya.
Setelah bukti ini diserahkan, pihak Kejaksaan Tinggi Riau akan segera memanggil pihak yang menerbitkan sertipikat setelah alas hak tersebut dibatalkan. "Kalau itu terjadi, kata Pidsu Kejati Riau maka unsur-unsur tentang mafia tanah itu terpenuhi," tandasnya.
"Padahal mereka sudah mengetahui ada putusan yang telah membatalkan alas haknya, kan tidak boleh menggunakan surat itu semua," sambungnya.
Dengan kasus ini, Sunardi berharap agar aparat penegak hukum lebih jeli dan profesional dalam menyelidiki, menyidik kasus ini.
"Jangan lagi ada aparat penegak hukum melindungi para mafia tanah yang akan merampok tanah pensiunan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru," pungkasnya. ( Iyos )
Editor : Ank